Gathering Komunitas Mitrabisnis – Pisang Goreng Madu Bu Nanik


Gathering Komunitas Mitrabisnis — Pisang Goreng Madu Bu Nanik

Mau sharing pengalaman kemarin ikutan kopdar komunitas Mitra Bisnis di Pluit Junction.

Sudah beberapa bulan saya mengetahui dan mengikuti komunitas ini di Instagram. Komunitas ini diprakarsai oleh Pak Anthonius Thedy (TX Travel) dan Candri, founder app Gratiser. Mungkin kalau sering dengar Pas FM, nah Pak Anton ini rutin siaran di sana setau saya.

Komunitas ini hampir setiap minggu mengadakan kopdar / pertemuan. Saya berkali-kali ingin ikutan tapi jadwalnya selalu nggak pas.

Nah hari Sabtu kemarin kebetulan luang, dan bintang tamunya Bu Nanik Soelistiawati, pemilik Pisang Goreng Madu Bu Nanik, pelopor pisang goreng madu yang tersohor.

Setahu saya biasanya gatheringnya gratis tapi kemarin berbayar: Rp100k utk member dan Rp200k utk non-member. Mungkin karena lokasinya di mall ya, dan ada bintang tamunya. Tapi ternyata ada voucher Rp100k yang bisa digunakan untuk belanja makanan dan minuman di Gratiser Culinary Zone.


Saya datang tanpa ekspektasi, tapi sedikit campur-campur antara terintimidasi dan skeptis.

Terintimidasi karena belum pernah ikut gathering, dan apalah aku, bisnis pun tak pernah dan tak punya. Hanya seorang karyawan gila kerja yang mikir sepertinya bijak kalau mulai mikir memulai bisnis tapi kebanyakan mikir dan belum menjatuhkan pilihan (satu kalimat ini aja udah berapa kali “mikir”nya hayo). Padahal nggak ada tanggungan dan cukup waktu kalo diniatin juga, hehehe.

Skeptis pertama karena belum kebayang kualitas acaranya seperti apa. Seringkali ikutan seminar dan sharing-sharing gini ya nggak dapat actionable takeaways juga. Cuma inspiration porn, tipe-tipe motivational speakers.

Banyak banget kan acara atau materi-materi yang di-packaging dengan “kisah orang sukses”, lalu ujung-ujungnya dijualin paket franchise. Atau jualan buku atau courses atau paket pelatihan atau mentorship.

Pemaparan bersampul seperti ini juga rawan survivorship bias. Apa itu survivorship bias? Singkat aja, ini adalah istilah dimana kita cuma ngeliat contoh-contoh yang sukses aja, lalu menarik kesimpulan yang sebenarnya tidak valid.

Paling santer belakangan ini adalah “World’s most successful people’ wake at 4am“. Itu habis-habisan dibully di Twitter, lumayan menghibur hehehe.

Contoh lainnya, diceritain perjuangannya, pahit-pahitnya, lalu dengan kerja keras, ulet, lalu jadi “sukses”.

Kenapa disebut bias? Karena yang pahit puluhan tahun, kerja keras puluhan tahun, jatuh bangun sampai mati pun tidak sukses-sukses juga banyak. Dan tidak ada yg tau.

Idup itu kan kompleks. Nggak ada formulanya. Banyak banget faktor yang mempengaruhi.

Memang ada hal-hal yang mendukung tujuan / target / goal tertentu, tapi itu semua necessary but not sufficient. Apaan tuh? Itu adalah hal-hal yang wajib tapi tidak memadai. Nggak cukup hanya itu aja.

Yang di luar kendali pun ikut berperan, yang biasanya kita sebut restu Ilahi. Manusia berusaha Tuhan menentukan. Di sini manusia biasanya tetap pingin sedikit mengendalikan / mempengaruhi, melalui kegiatan berdoa.

Oke melenceng sangat jauh sekali saudara-saudari, hahaha. Mari kembali ke topik.


Saya senang karena ternyata pada saat acara berakhir, kekhawatiran saya terbukti salah total. Formatnya ngobrol santai di panggung. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Candri dan Pak Anthony berbobot. Jawaban-jawaban Bu Nanik juga sangat praktis dan mengisi, nggak ngelantur gitu. Cerdas banget lah.

Membahas dari awal Bu Nanik merintis usaha pisang goreng ini, kesulitan-kesulitan yang sudah dilalui, keputusan-keputusan apa yang menarik, dan rencana-rencana Bu Nanik ke depannya.

Jam terbang memang nggak bohong. Pengalaman Pak Anton dalam membawakan diskusi terlihat jelas. Beliau berkali-kali mengulang menyampaikan ulang apa yang beliau tangkap dan membuat peserta mampu mencerna dan mengambil poin-poin yang berguna. Candri juga sangat mampu mengarahkan wawancara sambil terlihat sangat fokus mendengarkan dan aktif berdialog.


Ini beberapa catatan saya setelah mendengarkan sharing Bu Nanik:

  1. Passion
  2. Humility
  3. Action
  4. Persistence
  5. Wisdom
  6. Start Small
  7. Don’t overthink it

Passion. Ini yang paling kentara. Bu Nanik memang sangat-sangat menikmati pekerjaannya. Orang tua Bu Nanik mengelola rumah makan dan Beliau juga hobi masak. Bu Nanik mulai menjalankan usaha katering karyawan untuk Hotel Ibis sekitar 22+ tahun yang lalu. Lambat laun usahanya berkembang ke beberapa hotel bintang 3–5 di Jakarta.

Humility. Bu Nanik mau belajar dari nol lagi karena awal-awal masakannya suka diprotes pihak hotel. Tidak bisa asal-asalan karena ada standar kalori, kelengkapan menu, dan ya para koki restoran hotel pastinya lebih cerewet ya mengenai standar makanan. Nggak kayak katering nasi kotak biasa. Beliau menerima kritik dan terus memperbaiki jasa kateringnya sesuai permintaan konsumen.

Meski dalam sehari jumlah pelanggan berkisar di angka 1200 sampai 1600 ketika akhir pekan, sampai sekarang pun Bu Nanik masih turun tangan sendiri melayani pelanggan di outlet Tanjung Duren (outlet satu-satunya sejauh ini). Beliau sangat menjunjung customer service dan quality control. Beliau rajin sidak belanja, dan selalu masuk pasar untuk terus survey supplier pisang setiap berkunjung ke daerah-daerah.

Nah pisang goreng madu ini awalnya karena Beliau melihat pisang yang mubazir di-reject karena kurang cantik, penyok dikit, hitam dikit. Awal digoreng untuk anak-anak saja, lalu karena ibundanya mengidap diabetes, Beliau mencoba mengganti gula pasir dengan madu. Lalu karena kebanyakan, mulai dibagikan cuma-cuma ke karyawan hotel, bonus gratis. Awal-awal diprotes tuh, karena memang presentasi pisang goreng madu tidak cantik, seperti gosong kan. Tapi lama-lama malah ada yang request, “Bu, pisang gosongnya boleh minta lagi dong”. Awal diganti ongkosnya, lalu lama-lama dijual seribu rupiah/buah. Lalu Beliau mulai merasa ada peluang di sini kalau diseriusin.

Awalnya nggak langsung mulus ternyata. Sehari, 20 pisang saja nggak laku.

Action dan persistence. Beliau sadar produknya unggul dalam rasa meski kurang cantik. Jadi Beliau rajin membagi-bagikan pisang setiap ada acara gereja, rajin ikut bazaar, naik motor sendiri nyebar-nyebarin produk di acara-acara, diselipkan di wiper mobil, bagi-bagi tester di depan toko.

Beliau bahkan melakukan influencer marketing before it’s cool. Beliau membagikan produknya ke personel Project Pop di suatu acara, lalu karena suka, mereka jadi mempromosikan mulut ke mulut.

Ada 3–4 tahun usaha Beliau bergerilya untuk “sosialisasi” produk ini sampai bisa diterima pasar. Ini saya rasa luar biasa. Kalau saya sih mungkin sudah mikir ah sudahlah mungkin saatnya pivot. Tapi memang sih feedback loop yang beliau dapat cukup bagus (pisangnya memang disukai dan masuk ke banyak segmen market). Dan sudah stabil juga usaha kateringnya, jadi mungkin nothing to lose hehe.

Wisdom. Terlihat karakter ketika Bu Nanik bercerita mengenai bagaimana Beliau kurang suka ikut-ikutan usaha kuliner yang trendy. Buka selama beberapa bulan lalu ikut ombak trend berikutnya. Rasa tanggung jawab terhadap karyawan yang sudah dianggap keluarga sendiri. Beliau lebih suka menumbuhkan akar yang kokoh, alon-alon asal kelakon.

Start small. Beliau sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan. Beliau memutuskan untuk bergabung sebagai mitra Gofood pada tahun 2015, awal sekali. Hal ini atas saran anaknya (yang satu sekolah manajemen dan satunya koki) tapi melalui proses dan argumen yang panjang. Online adalah pendukung tapi offline-nya harus kuat. Baru-baru ini PGM Bu Nanik menang award mitra Gofood dengan pembelian paling tinggi se-Indonesia. Gila kan.

Beliau menjalankan katering ini selama 22 tahun, lalu pelan-pelan mulai melepas untuk fokus ke usaha pisang goreng madu ini. Sekarang Beliau juga merambah usaha kuliner lainnya misal membuka Warung Jajan Bu Nanik dan Rumah Jajan Bu Nanik. Baru-baru ini juga bermitra dengan Ismaya Group — The People’s Cafe.

Saya rasa kalau istilah anak startup, ekspansi PGM ini termasuk pelan dan woles banget sih. Baru mulai memikirkan sentra produksi yang terpisah, dan konsep frozen untuk reseller atau mungkin cabang lainnya. Semua masih dipikirkan Beliau. Nggak muluk-muluk, dijalani dan dinikmati.

Ada salah satu peserta yang bertanya apakah Bu Nanik punya saran untuk orang yang masih berstatus pegawai namun ingin mulai berbisnis. Beliau menyarankan mulai dari sampingan. Jangan berhenti kerja dulu. Pelan-pelan, menggantikan penghasilan utama tersebut dengan penghasilan sampingan. Beliau memberikan contoh istri Pak RT di Tanjung Duren yang bekerja di kantor pemerintah (kalo dipikir-pikir, kayaknya pegawai negeri punya lebih banyak waktu luang ya hehe) yang mulai usaha jualan hijab di online. Suami istri bergantian menjaga anak, packing, shipping, dll. Sekarang sudah lumayan katanya, tidak segan berhenti kerja kalau sudah stabil dan lebih besar dari gaji.


Don’t overthink it. It doesn’t matter, you can course correct and rationalise later. There is no perfect sequence of actions to take.

Nah poin yang ini sih saya yang tambahkan sendiri karena lumayan ketampar. Tadi siang saya mendengarkan podcast Tim Ferriss yang membahas selling a physical product (for back pain) on Amazon. They were talking about how initially they released it to EU market first instead of US. Padahal ya lebih gampang sales-nya karena angle copywritingnya lebih seragam (as opposed to having to appeal to DE and IT and GB markets). But they did it anyway.

Sure right now they can think of a couple of advantages of doing so, misalnya regulasi di EU lebih ketat, jadi pas mereka mau masuk ke pasar US, semua paperwork dan compliance sudah beres.

Bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian.

Tapi ya kalaupun waktu itu start dari US juga pasti they can think of the advantages in hindsight.

You can’t overplan stuff. Nggak ada yang namanya urutan yang paling sempurna dan optimal.


Setelah acara saya juga sempat ngobrol sambil makan siang dengan para organiser event Mitra Bisnis, beberapa rekan dari Moka POS (kebetulan usaha barbershop adik saya menggunakan Moka POS, dan saya kan suka sok eksis juga di komunitas startup Indonesia), Ivan Suganda dari tukangmarketing.com, dan yang paling nggak disangka, ketemu Alfin, teman SMP saya yang ternyata sekarang adalah salah satu merchant Gratiser. Check them out ya: Enigma Coffee (sejauh ini belum ada cabang lagi selain lobby area di Pluit Junction setelah cabang yang Kelapa Gading tutup).

Senang sih menemukan komunitas yang credible. Visinya memang untuk sharing pengalaman bisnis dari praktisi. Ya memang ada sponsor dari Moka POS, tapi nggak hard-selling banget kok. Promo produk juga jelas ada, tapi semua terasa ceplas-ceplos.


Originally published at proses.id on January 27, 2019.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *