Bekerja secara remote

Bagaimana cara mendapatkan pekerjaan remote?

Remote working. Mungkin kamu pernah dengar istilah ini dan bahkan sudah berandai-andai betapa indahnya hidup kalau bisa bekerja secara jarak jauh, cukup online saja. Tidak perlu bermacet-macet ria, menghabiskan banyak waktu di jalan, bisa tidur sampai siang, bisa bekerja kapanpun kamu mau, bisa menemani pacar, main sama anak, mengantarkan orang tua antri BPJS, dan lain-lain.

Apalagi dibarengi gaji dalam USD, wow. Apalagi coba.

Tapi eits faktanya bekerja jarak jauh tidak seindah itu lho.

Pertama-tama saya mau jabarkan dulu beberapa tipe dan sudut pandang yang dapat dipakai ketika membahas mengenai remote working:

  1. Kamu mencari pekerjaan remote full time di perusahaan luar negeri
  2. Kamu mencari pekerjaan remote full time di perusahaan lokal
  3. Kamu mau -merayu- meyakinkan perusahaan tempatmu bekerja sekarang untuk memperbolehkanmu bekerja secara remote
  4. Kamu mau kerja jarak jauh dengan sistem freelance
  5. Kamu sudah bekerja secara remote dan butuh strategi untuk bisa survive di pekerjaan remote itu
  6. Kamu mempertimbangkan membangun / memulai tim remote untuk perusahaanmu
  7. Kamu mempertimbangkan memindahkan tim dan perusahaanmu menjadi remote → ini yang paling sulit menurut saya, banyak peernya

Untuk artikel ini saya akan fokus di kasus pertama dan kedua. Kasus-kasus lainnya mungkin akan saya kembangkan di seri selanjutnya.

Boleh berikan feedback di comment ya, kasus mana yang lebih menarik dan berguna untuk saya bahas selanjutnya.

Saya tidak akan membahas spesifik teknis di satu job desc karena tentunya masing-masing perusahaan ada proses perekrutan dan kualifikasi yang berbeda-beda. Dan minatmu (ini saja cakupannya sudah luas, front end, back end, dev ops, data engineer, R&D, dll).

Jadi saya akan membahas secara prinsip mendasar apa yang dibutuhkan untuk dapat bekerja secara remote.

Latar belakang

Sedikit latar belakang, saya sampai saat ini sudah punya kesempatan bekerja secara jarak jauh di dua perusahaan, masing-masing tiga tahun lebih.

Satu sebagai fullstack developer di Binokular Media Utama, perusahaan lokal yang bergerak di media monitoring dan Big Data. Saya bergabung tahun 2011 dari ketika Binokular merintis core engine dan sistem teknis (seru lho, digitalisasi surat kabar, monitoring media online, TV, radio, dan social media) sampai pertengahan 2014 setelah scale up team menjadi 3 orang sejauh ini masih menerapkan sistem kerja remote karena kantornya memang ada di Jakarta dan di Yogyakarta. Binokular sepertinya sedang hiring lho, monggo dicoba.

Satu lagi di tempat saya bekerja sekarang di Scrapinghub.com. Scrapinghub adalah perusahaan web scraping, web automation, dan data mining yang berpusat di Irlandia. Kalau ada yang familiar dengan Scrapy, framework open source untuk web crawling dalam bahasa pemrograman Python, nah Scrapinghub ini official maintainer-nya. Scrapinghub juga hiring, ayo-ayo 😉

Saya bergabung pada tahun 2015 sebagai Python Developer dan sejak 2016 sebagai Solution Architect. Tim Scrapinghub 100% terdistribusi di seluruh dunia. Dari India, Eropa, Amerika Selatan, dan Amerika Utara. Klien Scrapinghub juga tersebar di zona waktu yang tidak ada batasnya. Masih untung tidak ada zona waktu Mars, hehe.

Plus dan minus bekerja secara remote

Pertama-tama: apa sih yang perlu dipertimbangkan sebelum bekerja remote?

Plus:

  1. Flexible hours. Kamu punya kendali yang lebih atas jadwalmu.
  2. Tidak buang waktu untuk commuting atau melakukan perjalanan ke dan dari tempat kerja.
  3. Irit biaya transportasi.
  4. Flexible location. Bekerja dimanapun yang dirasa paling mendukung produktivitas.
  5. Lebih fokus. Atau justru malah lebih distracted karena lebih banyak godaan. Ini akan kita bahas lebih jauh di bawah.
  6. Menjadi “digital nomad” ;-). Ini gampang-gampang susah sebenarnya. Karena ketika kamu travelling, lingkungan akan berubah, kamu akan banyak butuh mengambil keputusan yang sehari-hari sudah otomatis kalau kamu di lingkungan yang sudah familiar. Dari memikirkan dan memutuskan makan dimana, mendapatkan koneksi internet yang stabil, dan mencari space untuk bekerja yang kondusif. Saya pribadi butuh paling tidak 3 hari untuk settle ke lingkungan yang baru dan memastikan saya bisa masuk ke workflow dan level produktivitas yang biasa. Sejauh ini masih bisa diakali dan saya berhasil bekerja dari Spanyol dan Portugal sambil menjelajahi Malaga, Lisbon, dan Porto selama kurang lebih 50 hari.

Minus:

  1. Timezone: Kalau kamu bekerja dengan tim yang tersebar di penjuru dunia, akan sulit utk bisa tetap bekerja di zona waktu “normal” di Indonesia. Kamu harus siap online, meeting, conference call di jam-jam yang tidak lazim. Tidak semua orang akan bisa menikmati dan bertahan melakukan ini dalam jangka waktu lama.
  2. Loneliness: Knowledge workers and IT workers are one of the loneliest professions out there. Saya sama sekali tidak menyadari ini ketika setahun dua tahun awal bekerja jarak jauh. Saya sangat menikmati keseruan coding, debugging, launching, menjawab support dari divisi operasional, riset mainan-mainan baru yang bisa dipakai untuk fitur tertentu, and overall crushing it and getting so much things done. Lalu ada satu titik saya justru merasa lebih bersemangat setelah meeting baik itu tatap muka maupun conference call. Wow seumur-umur saya tidak pernah menyangka saya akan lebih semangat setelah ngobrol sama manusia. Sebelumnya saya cukup bangga dengan label pertapa 😛.
  3. Pressure: Tekanan kerja Kenyataannya bekerja jarak jauh lebih berorientasi pada hasil (results-oriented) dibanding pada jam kerja yang dihabiskan (hours-worked). Logikanya, kalau kamu bangga atas kemampuanmu dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, kamu akan ingin dapat menunjukkan hasil, supaya tidak dianggap magabut.
  4. Distraction menyenangkan: Godaan untuk membuka Facebook, Twitter, Instagram, atau bahkan Googling, riset tak berujung, mencoba ini itu, membaca whitepapers, dan bantal kasurmu yang begitu menggoda setelah jam makan siang. Gimana nolaknya coba?
  5. Distraction tidak menyenangkan: Ketika satu-satunya “absen”mu adalah online di Slack, kamu akan masuk ke mode yang sangat reaktif. Takut terkesan tidak bekerja ketika kamu tidak langsung membalas pesan yang masuk. Overcompensating for being remote. Solusinya sederhana namun banyak orang yang enggan melaksanakannya karena memang tidak begitu nyaman, yaitu mengomunikasikan ekspektasi dengan tim, manajer, dan perusahaan.
  6. Under-working: Tergantung kepribadianmu, etika kerja, dan penguasaan terhadap pekerjaanmu, produktivitas bisa jatuh dalam lingkungan dan konteks remote working. Kamu harus mengenali diri dan menjawab secara jujur: dari manakah sumber motivasimu? Kalau kamu merasa terpacu dengan deadline dan pengawasan, motivasimu pasti menguap ketika kamu bekerja jarak jauh tanpa pengawasan .
  7. Overworking: Lho kok bisa? Kontradiktif dengan poin sebelumnya tapi banyak pekerja jarak jauh yang kesulitan membagi kehidupan pribadi dengan pekerjaan. Hasilnya? Kamu tidak pernah berhenti bekerja. Resiko burnout menjadi sangat-sangat tinggi. Ini sudah 4x terjadi pada saya pribadi. Ada juga faktor ego, dimana kamu menghabiskan seharian untuk mendebug issue yang ternyata sangat sepele. Atau kamu memerlukan waktu dua hari untuk mengerjakan sebuah fitur yang “seharusnya” sederhana karena satu hal dan lainnya (misalnya kurang istirahat, tidak memahami masalah, keasyikan riset), kamu akan ragu untuk me-log 7 jam atau 13 jam untuk item tersebut.

Apakah kamu siap mental untuk bekerja secara remote?

Selama 3 tahun di Scrapinghub, sudah ada beberapa rekan mengundurkan diri karena kangen suasana ngantor dimana mereka bisa ketemu dan berinteraksi dengan kolega.

Sebagai introvert, saya sampai sekarang masih sangat menikmati kesempatan menghabiskan waktu sendirian.

Tapi saya harus mengakui ada “pergeseran jati diri” setelah bekerja remote selama 6+ tahun. Awalnya saya sangat menikmati sekali dan bahkan pernah sebulan tidak keluar rumah. Sekarang saya tidak betah di rumah. Begitu ada hari dimana tidak ada jadwal meeting atau call, saya pasti usahakan nongkrong ke kafe atau coworking space.

Beda orang tentu beda preferensi dan strategi, tapi ini harus dipertimbangkan

Satu efek yang membuat saya cukup kaget adalah penurunan kemampuan verbal, sosial, dan… kemampuan berbahasa Indonesia.

Meski ketika saya bekerja di perusahaan lokal itu saya berkomunikasi via YM dan email dalam bahasa Indonesia, kemampuan berbicara secara lisan itu terasa menurun. Dan ada masa waktu saya habis untuk pekerjaan sehingga jam terbang “ngobrol” benar-benar tidak terasah.

Dan sejak saya bekerja di Scrapinghub, saya merasa tidak nyaman ketika keceplosan berbicara dalam frase dan istilah Bahasa Inggris ketika bercakap-cakap dengan teman-teman Indonesia. Takut dianggap sok Inggris gitu lho. Karena memang 95% interaksi sehari-hari saya dalam Bahasa Inggris. Berpikir, menulis, ngomong, ya Inggris. Jadi benar-benar refleks.

Kemampuan apa yang harus diasah untuk bekerja secara remote?

Pada dasarnya, hanya ada tiga kemampuan yang harus diasah untuk dapat bekerja secara remote, tidak peduli apapun job desc dan role-mu:

  1. Empati dan komunikasi. Kalau kamu punya empati, kamu akan paham cara berkomunikasi yang baik. Komunikasi yang baik adalah memastikan pesan diterima dengan benar, tidak cukup sekedar menyampaikan dengan cara yang menurutmu sudah oke.
  2. Memecahkan masalah. Bekerja secara jarak jauh berarti kamu akan memiliki keterbatasan dalam bertanya dengan rekan kerja, tidak semudah menoleh dan bertanya “cuy ini kenapa ya?”. Memiliki kemampuan problem solving dan mencari jawaban secara mandiri akan sangat berharga. Asking good questions.
  3. Disiplin atau passion. Yup, tanpa disiplin juga bisa , bagaimana caranya? Ya dengan sangat-sangat menikmati pekerjaan, jadi tidak terasa seperti bekerja tapi seperti menyelesaikan puzzle, tantangan. ini biasanya pas debugging hehehe.
  4. Oke sebenarnya ada satu lagi yang penting apalagi kalau kamu berminat melamar ke perusahaan luar. Yaitu bahasa Inggris. Tidak perlu minder kalau memang tidak fasih atau terbiasa berkomunikasi secara verbal. Tapi sebisa mungkin asahlah komunikasi non verbal, baik baca maupun tulis. Orang tidak akan mempermasalahkan tata bahasa, asal jelas SPO dan maksud tujuannya. Latihan terus, jangan malu. Pasti ada hasilnya. Nyebur saja, malu tidak akan mati (atau dipecat) kok.

Peralatan apa yang sebaiknya kamu siapkan untuk bekerja secara remote?

  • Tempat bekerja yang stabil dan nyaman. Supaya tidak mengalami kejadian seperti ini ya gaes 😄.

  • Koneksi internet yang dapat diandalkan. Saya pribadi menggunakan FirstMedia dan modem 4G sebagai backup (HaloFit dan Tri).
  • Audio output: earphone / headset yang nyaman. Saya menggunakan Earkube 2.0, cukup tahan banting dan saya suka karakter suaranya.
  • Audio input: microphone yang jernih. Saya baru mencoba menggunakan bluetooth Plantronics Edge yang memiliki background noice cancellation kalau saya butuh bekerja di luar rumah. Microphone built in di laptop sudah cukup kalau ruang kerja termasuk tenang.
  • Video: Kamera dan penerangan yang cukup. Saya menggunakan web cam built in di Macbook Pro 2015.
  • Botol air yang besar supaya tidak kurang minum.
  • Monitor yang nyaman di mata dan memudahkan bekerja. Saya sempat mencoba bekerja dengan multi monitor tapi akhirnya lebih efektif dengan satu monitor laptop saja, cukup strategi multiple Desktop untuk mengelompokkan project tertentu.
  • Security. VPN, drive encryption, 2FA

Software apa yang sebaiknya saya pelajari dan siapkan untuk mendukung pekerjaan remote?

  • Version control: git / svn / SourceSafe
  • Communication: Slack, Email
  • Conferencing: Google Meet / Hangout, Skype, GoToMeeting
  • Collaboration: Google Docs
  • Management: Jira, Redmine, Trello, Asana
  • Shared calendars: iCal, Google Calendar

Bagaimana cara mendapatkan pekerjaan remote?

Nah mungkin ini yang paling bikin penasaran ya sejauh ini?

Pada dasarnya, sama saja dengan cara mendapatkan pekerjaan di perusahaan manapun. Pertama, kamu harus punya kemampuan yang dicari perusahaan tersebut. Kedua, kamu harus bisa menyampaikan mengapa kamu orang yang sesuai untuk pekerjaan / role tersebut. Lalu ketiga, kamu harus tahu dimana dapat menemukan lowongan yang remote-friendly.

Langkah-langkah:

  1. Kenali diri. Tentukan kemampuan apa yang dapat kamu tawarkan. Apakah kamu fokus di mobile development? Android? iOS? Front end? UI? UX? Back end? Data engineering?
  2. Siapkan portfolio untuk dipresentasikan. Letakkanlah hasil karya dan resume-mu secara online supaya dapat diakses. Tergantung dari area fokusmu, ini bisa jadi berupa kontribusi open source, Github repositories, profil StackOverflow, portfolio design di Behance, atau studi kasus di situs pribadimu.
  3. Temukan lowongan dan kesempatan yang menarik. Saya cantumkan beberapa situs dan akun yang menyediakan informasi lowongan remote-friendly di bawah ini.
  4. Masukkan lamaran. Satu hal mengenai lamaran. Bagaimana cara untuk bisa di-notice? Langkah pertama paling penting adalah buatlah resume yang relevan. Jangan pernah meng-copy paste satu surat lamaran dan broadcast ke semua perusahaan. Apalagi lupa mengganti nama perusahaan atau justru meng-CC semua perusahaan tersebut di emailmu. Ini “dosa” yang sayangnya masih sering saya lihat beberapa kali terjadi.
  5. Siapkan interview. Berlatihlah menceritakan apa yang telah kamu capai dan pelajari dari pengalaman kerjamu sebelumnya. Tulis saja dulu kalau takut lupa atau salah. Sebaiknya mencakup:
  • Pengalaman yang relevan dengan lowongan tersebut.
  • Bagaimana kamu memecahkan sebuah masalah, langkah-langkah yang kamu ambil, alur pikiranmu ketika mencari solusi.
  • Hasil nyata apa yang kamu capai dalam angka. Misal di pekerjaan sebelumnya melakukan optimasi database sehingga waktu query turun dari 1 detik menjadi 10% saja.

Kesempatan di perusahaan luar

Daftar situs dan directory online yang mencantumkan lowongan remote:

Situs web

Akun Twitter

List

Kesempatan remote di perusahaan lokal

Ini relatif lebih sulit karena sayangnya belum banyak perusahaan Indonesia yang siap mengadopsi sistem kerja ini. Bukan sesuatu hal yang mudah untuk sebuah perusahaan untuk mampu mengelola sumber daya manusia dengan sistem remote. Di luar negeri yang infrastrukturnya sudah lebih mature dan budaya kerja yang lebih maju saja hal ini belum menjadi sesuatu yang lazim.

Dua karakter perusahaan yang berpotensi untuk mengadopsi sistem remote working:

  1. Perusahaan dengan basis teknologi akan lebih terbuka dengan konsep kerja jarak jauh karena esensi dari bekerja remote adalah menggantikan beberapa metode kolaborasi dan komunikasi dengan cara digital.
  2. Perusahaan yang baru dirintis, atau istilah kerennya startup. Biasanya “spesies” ini dapat ditemukan di coworking spaces.

Cara paling efektif menurut saya ya bergabunglah dengan komunitas tech lokal dan hadirilah banyak kopdar untuk berkenalan dengan teman-teman developer dan startup. Main-mainlah ke coworking spaces ketika senggang.

Ada juga komunitas Kami Kerja Remote di Facebook yang aktif dan dipenuhi rekan-rekan remote workers dengan kesempatan, tips, dan trik dalam remote working.

Relasi pribadi akan lebih banyak membantu dalam mendapatkan pekerjaan jarak jauh di perusahaan lokal. Tujuanmu adalah membangun reputasi dan trust.

Beberapa daftar komunitas yang menarik dan aktif:

Lain-lain

Bagaimana kalau belum punya pengalaman atau portfolio? Coba, tanya, belajar, kerjakan. Take action. Semua ada prosesnya. Jangan berhenti belajar, bereksperimen, bertanya, mencoba, nikmati, follow your bliss, dan fokus saja untuk memberikan nilai tambah yang positif ke orang lain. Be comfortable being uncomfortable. Momentum creates opportunities.

Memang agak sulit untuk bekerja remote di perusahaan secara fulltime kalau ini pekerjaan pertamamu. Kecuali kamu memulai dari pekerjaan lepas alias freelance.

Semoga panduan yang (ujung-ujungnya jadi) panjang ini bisa membantu teman-teman yang penasaran mengenai metode kerja ini. Baik yang tertarik mencari pekerjaan maupun yang mempertimbangkan untuk mengadopsi metode ini di perusahaan teman-teman sendiri.

Ditunggu diskusinya di kolom komentar. Kalau suka dengan artikel ini silakan di-clap, follow, dan bagikan ya 🙂


Also published on Medium.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *